Selasa, 28 Mei 2013

Negaraku Indonesia

NEGARAKU INDONESIA
aku lahir..
ditanah ini
aku menjalani hidup dinegara ini
negaraku Indonesia..
aku menuntut ilmu di negaraku ini..
untuk melanjutkan perjuangan para pahlawan-pahlawanku
pahlawanku yang sangat banyak berjasa
 seperti Ibu Kartini ,pahlawan negaraku
negaraku Indinesia..

aku besar disini..
disini tempatku berpijak
negaraku kebanggaanku
negaraku Indonesia..

kelak akan ku harumkan negaraku ini
kepada semua negara di dunia
kuharumkan namanya
negaraku Indonesia..

semoga aku dan semua
penerus bangsa saat ini
akan berguna untuk
kemerdekaan indonesia
tempatku berpijak
tempatku lahir dan meneruskan hidup..
aku bangga jadi anak indonesia..
indonesia negaraku..
kebanggaan ku
rumahku..
tanah airku..
                                                         
By: Apri Nanci Sitio








Sabtu, 25 Mei 2013

PERBATASAN WILAYAH NEGARA RI, PERJANJIAN DAN PERMASALAHAN YANG ADA INDONESIA


PERBATASAN WILAYAH NEGARA RI, PERJANJIAN DAN PERMASALAHAN YANG ADA
INDONESIA



PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai sekitar 81.900 kilometer dan memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim).

PEMBAHASAN
Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste.
Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini.
Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau dan termasuk pulau-pulau kecil.
Sebelah utara Indonesia berbatasan dengan Malaysia yang berupa daratan di Pulau Kalimantan, tepatnya di Kalimantan Barat dan Timur. Selain batas darat, juga berbatasan laut dengan negara Singapura, Malaysia, Filipina.
Di sebelah timur, berbatasan darat dan laut dengan Papua Nugini di Pulau Irian Jaya. Sebelah selatan berbatasan darat dengan Timor Leste di Nusa Tenggara Timur dan berbatasan laut dengan Australia di Samudra Hindia. Di sebelah barat berbatasan dengan Samudra Hindia.
Masalah perbatasan wilayah Indonesia bukan lagi menjadi hal baru saat ini. Sejak Indonesia menjadi negara yang berdaulat, perbatasan sudah menjadi masalah yang bahkan belum menemukan titik terang sampai saat ini.
Permasalahan yang paling sering muncul adalah sengketa perbatasan dengan negara tetangga yang berbatasan langsung dengan wilayah darat maupun wilayah laut Indonesia. Selain itu, masalah kesejahteraan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah perbatasan juga perlu diperhatikan.Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki perairan yang berbatasan langsung dengan negara lain.
Ada 10 negara tetangga yang perairannya berbatasan langsung dengan wilayah Nusantara. Mereka adalah Malaysia, Singapura, Thailand, India, Filipina, Vietnam, Papua New Guinea, Australia, Republik Palau dan TimorLeste.

Untuk menegakkan  kedaulatan dan hukum di wilayah yurisdiksi Indonesia diperlukan penetapan batas-batas maritim secara lengkap.
Penetapan batas ini dilakukan berdasarkan ketentuan Hukum Laut Internasional, yang diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982) yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui UU No 17  tahun1985. 
Implementasi dari ratifikasi tersebut adalah diperlukannya pengelolaan terhadap batas maritim yang meliputi Batas Laut dengan negara tetangga dan Batas Laut dengan Laut Bebas.
Adapun batas-batas maritim Republik Indonesia dengan negara tetangga, mencakup Batas Laut Wilayah (Territorial Sea), batas perairan ZEE, batas Dasar Laut atau Landas Kontinen. Belum selesainya penentuan batas maritim antara pemerintah Indonesia dengan negara tetangga menjadikan daerah perbatasan rawan konflik.

Permasalahan batas laut merupakan hal mendasar yang seharusnya segera di selesaikan dan disepakati oleh kedua negara.
Bukan dengan saling menangkap kapal atau saling klaim wilayah perairan. Sebagai Negara kepulauan, Indonesia seharunya lebih proaktif dalam penyelesaian batas laut dengan Negara tetangga, dengan demikian adanya keinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara Maritim yang kuat bisa terealisasi.

Dari beberapa batas laut Indonesia dengan Negara tetangga, ada Sembilan batas laut yang memiliki kerawanan konflik antar negara. Indonesia Maritime Magazine mencoba untuk mengulas permasalahan batas laut tersebut.  


Indonesia-Malaysia 
Garis batas laut wilayah antara Indonesia dengan Malaysia adalah garis yang menghubungkan titik-titik koordinat yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama di Kuala Lumpur, pada 17 Maret 1977.

Berdasarkan UU No 4 Prp tahun 1960, Indonesia telah menentukan titik dasar batas wilayah lautnya sejauh 12 mil. Sebagai implementasi dari UU tersebut, beberapa bagian perairan Indonesia yang jaraknya kurang dari 12 mil laut, menjadi laut wilayah Indonesia. Termasuk wilayah perairan yang ada di Selat Malaka.

Pada Agustus 1969, Malaysia juga mengumumkan bahwa lebar laut wilayahnya menjadi 12 mil laut, diukur dari garis dasar yang ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan konvensi Jenewa 1958 (mengenai Laut Wilayah dan Contigous Zone).
Sehingga timbul persoalan, yaitu letak garis batas laut wilayah masing-masing negara di Selat Malaka (di bagian yang sempit) atau kurang dari 24 mil laut. Adapun batas Landas Kontinen antara Indonesia dan Malaysia ditentukan berdasarkan garis lurus yang ditarik dari titik bersama ke titik koordinat yang disepakati bersama pada 27 Oktober 1969. 
Atas pertimbangan tersebut, dilaksanakan perundingan (Februari-Maret 1970) yang menghasilkan perjanjian tentang penetapan garis Batas Laut Wilayah kedua negara di Selat Malaka.

Penentuan titik koordinat tersebut ditetapkan berdasarkan Garis Pangkal masing-masing negara.
Dengan diberlakukannya Konvensi Hukum Laut Internasional 1982, maka penentuan titik dasar dan garis pangkal dari tiap-tiap negara perlu diratifikasi berdasarkan aturan badan internasional yang baru.
Selama ini penarikan batas Landas Kontinen Indonesia dengan Malaysia di Perairan Selat Malaka berpedoman pada Konvensi Hukum Laut 1958.
MOU RI dengan Malaysia yang ditandatangani pada 27 Oktober 1969 yang menetapkan Pulau Jara dan Pulau Perak sebagai acuan titik dasar dalam penarikan Garis Pangkal jelas jelas merugikan pihak Indonesia, karena median line yang diambil dalam menentukan batas landas kontinen kedua negara tersebut cenderung mengarah ke perairan Indonesia.
Tidak hanya itu, Indonesia juga belum ada kesepakatan dengan pihak Malaysia tentang ZEE-nya. Penentuan ZEE ini sangat penting dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan masing-masing negara.
Akibat belum adanya kesepakatan ZEE antara Indonesia dengan Malaysia di Selat Malaka, sering terjadi penangkapan nelayan oleh kedua belah pihak.
Hal ini disebabkan karena Malaysia menganggap batas Landas Kontinennya di Selat Malaka, sekaligus merupakan batas laut dengan Indonesia. Hal ini tidak benar, karena batas laut kedua negara harus ditentukan berdasarkan perjanjian bilateral.
Berdasarkan kajian Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, batas laut Indonesia dan Malaysia di Selat Malaka seharusnya berada di median line antara garis pangkal kedua negara yang letaknya jauh di sebelah utara atau timur laut batas Landas Kontinen.
Berdasarkan ketentuan UNCLOS-82, sebagai coastal state, Malaysia tidak diperbolehkan menggunakan Pulau Jara dan Pulau Perak sebagai base line yang jarak antara kedua pulau tersebut lebih dari 100 mil laut. 
Jika ditinjau dari segi geografis, daerah yang memungkinkan rawan sengketa perbatasan dalam pengelolaan sumber-sumber perikanan adalah di bagian selatan Laut Andaman atau di bagian utara Selat Malaka.


Indonesia-Singapura 
                Penentuan titik-titik koordinat pada Batas Laut Wilayah Indonesia dan Singapura didasarkan pada prinsip sama jarak (equidistance) antara dua pulau yang berdekatan.
Pengesahan titik-titik koordinat tersebut didasarkan pada kesepakatan kedua pemerintah.
Titik-titik koordinat itu terletak di Selat Singapura. Isi pokok perjanjiannya adalah garis Batas Laut Wilayah Indonesia dan laut wilayah Singapura di Selat Singapura yang sempit (lebar lautannya kurang dari 15 mil laut) adalah garis terdiri dari garis-garis lurus yang ditarik dari titik koordinat. 
Namun, di kedua sisi barat dan timur Batas Laut Wilayah Indonesia dan Singapura masih terdapat area yang belum mempunyai perjanjian perbatasan. Di mana wilayah itu merupakan wilayah perbatasan tiga negara, yakni Indonesia, Singapura dan Malaysia. 
Pada sisi barat di perairan sebelah utara pulau Karimun Besar terdapat wilayah berbatasan dengan Singapura yang jaraknya hanya 18 mil laut. Sementara di wilayah lainnya, di sisi timur perairan sebelah utara pulau Bintan terdapat wilayah yang sama yang jaraknya 28,8 mil laut. Kedua wilayah ini belum mempunyai perjanjian batas laut. 
Permasalahan muncul setelah Singapura dengan gencar melakukan reklamasi pantai di wilayahnya. Sehingga terjadi perubahan garis pantai ke arah laut (ke arah perairan Indonesia) yang cukup besar.
Bahkan dengan reklamasi, Singapura telah menggabungkan beberapa pulaunya menjadi daratan yang luas. Untuk itu batas wilayah perairan Indonesia – Singapura yang belum ditetapkan harus segera diselesaikan, karena bisa mengakibatkan masalah di masa mendatang.
Singapura akan mengklaim batas lautnya berdasarkan Garis Pangkal terbaru, dengan alasan Garis Pangkal lama sudah tidak dapat diidentifikasi. 
Namun dengan melalui perundingan yang menguras energi kedua negara, akhirnya menyepakati perjanjian batas laut kedua negara yang mulai berlaku pada 30 Agustus 2010.
Batas laut yang ditentukan adalah Pulau Nipa dan Pulau Tuas, sepanjang 12,1 kilometer. Perundingan ini telah berlangsung sejak tahun 2005, dan kedua tim negosiasi telah berunding selama delapan kali.
Dengan demikian permasalahan berbatasan laut Indonesia dan Singapura pada titik tersebut tidak lagi menjadi polemik yang bisa menimbulkan konflik, namun demikian masih ada beberapa titik perbatasan yang belum disepakati dan masih terbuka peluang terjadinya konflik kedua negara. 


Indonesia-Thailand 
Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan Thailand adalah garis lurus yang ditarik dari titik pertemuan ke arah Tenggara.
Hal itu disepakati dalam perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan Thailand tentang penetapan Garis Batas Dasar Laut di Laut Andaman pada 11 Desember 1973. 
Titik koordinat batas Landas Kontinen Indonesia-Thailand ditarik dari titik bersama yang ditetapkan sebelum berlakunya Konvensi Hukum Laut PBB 1982. Karena itu, sudah selayaknya perjanjian penetapan titik-titik koordinat di atas ditinjau kembali. 
 Apalagi Thailand telah mengumumkan Zona Ekonomi Eksklusif dengan Royal Proclamation pada 23 Februari 1981, yang isinya; “The exclusive Economy Zone of Kingdom of Thailand is an area beyond and adjacent to the territorial sea whose breadth extends to two hundred nautical miles measured from the baselines use for measuring the breadth of the Territorial Sea”.
Pada prinsipnya Proklamasi ZEE tersebut tidak menyebutkan tentang penetapan batas antar negara. 


Indonesia-India 
                Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan India adalah garis lurus yang ditarik dari titik pertemuan menuju arah barat daya yang berada di Laut Andaman. Hal itu berdasarkan persetujuan pada 14 Januari 1977 di New Delhi, tentang perjanjian garis batas Landas Kontinen kedua negara. Namun, pada beberapa wilayah batas laut kedua negara masih belum ada kesepakatan.


Indonesia-Australia 
                Perjanjian Indonesia dengan Australia mengenai garis batas yang terletak antara perbatasan Indonesia- Papua New Guinea ditanda tangani di Jakarta, pada 12 Februari 1973. Kemudian disahkan dalam UU No 6 tahun 1973, tepatnya pada 8 Desember 1973) Adapun persetujuan antara Indonesia dengan Australia tentang penetapan batas-batas Dasar Laut, ditanda tangani paada 7 Nopember 1974.
Pertama, isinya menetapkan lima daerah operasional nelayan tradisional Indonesia di zona perikanan Australia, yaitu:
Ashmore reef (Pulau Pasir);
Cartier Reef (Pulau Ban);
Scott Reef (Pulau Datu);
Saringapatan Reef, dan
Browse.
                Kedua, nelayan tradisional Indonesia
di perkenankan mengambil air tawar di East Islet dan Middle Islet, bagian dari Pulau Pasir (Ashmore Reef).
Ketiga, nelayan Indonesia dilarang melakukan penangkapan ikan dan merusak lingkungan di luar kelima pulau tersebut. 
Sementara persetujuan Indonesia dengan Australia, tentang pengaturan Administrative perbatasan antara Indonesia-Papua New Gunea; ditanda tangani di Port Moresby, pada 13 November 1973. Hal tersebut telah disahkan melalui Keppres No. 27 tahun 1974, dan mulai diberlakukan pada 29 April 1974. Atas perkembangan baru di atas, kedua negara sepakat untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan MOU 1974.


Indonesia-Vietnam 
                Pada 12 November 1982, Republik Sosialis Vietnam mengeluarkan sebuah Statement yang disebut “Statement on the Territorial Sea Base Line”.
Vietnam memuat sistem penarikan garis pangkal lurus yang radikal. Mereka ingin memasukkan pulau Phu Quoc masuk ke dalam wilayahnya yang berada kira-kira 80 mil laut dari garis batas darat antara Kamboja dan Vietnam.
                Sistem penarikan garis pangkal tersebut dilakukan menggunakan 9 turning point. Di mana dua garis itu panjangnya melebihi 80 mil pantai, sedangkan tiga garis lain panjangnya melebihi 50 mil laut.
Sehingga, perairan yang dikelilinginya mencapai total luas 27.000 mil2. 
Sebelumnya, pada 1977 Vietnam menyatakan memiliki ZEE seluas 200 mil laut, diukur dari garis pangkal lurus yang digunakan untuk mengukur lebar Laut Wilayah. Hal ini tidak sejalan dengan Konvensi Hukum Laut 1982, karena Vietnam berusaha memasukkan pulau-pulau yang jaraknya sangat jauh dari titik pangkal.
Kondisi tersebut menimbulkan tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di sebelah utara Pulau Natuna. 



Indonesia-Filipina 
                Berdasarkan dokumen perjanjian batas-batas maritim Indonesia dan Filipina sudah beberapa kali melakukan perundingan, khususnya mengenai garis batas maritim di laut Sulawesi dan sebelah selatan Mindanao (sejak 1973).

Namun sampai sekarang belum ada kesepakatan karena salah satu pulau milik Indonesia (Pulau Miangas) yang terletak dekat Filippina, diklaim miliknya. Hal itu didasarkan atas ketentuan konstitusi Filipina yang masih mengacu pada treaty of paris 1898.
Sementara Indonesia berpegang pada wawasan nusantara (the archipelagic principles) sesuai dengan ketentuan Konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS 1982). 


Indonesia-Republik Palau 
                      Republik Palau berada di sebelah Timur Laut Indonesia. Secara geografis negara itu terletak di 060. 51” LU dan  1350.50” BT.
Mereka adalah negara kepulauan dengan luas daratan ± 500 km2. 

Berdasarkan konstitusi 1979, Republik Palau memiliki yuridiksi dan kedaulatan pada perairan pedalaman dan Laut Teritorial-nya hingga 200 mil laut. Diukur dari garis pangkal lurus kepulauan yang mengelilingi kepulauan.
                Palau memiliki Zona Perikanan yang diperluas (Extended Fishery Zone) hingga berbatasan dengan Zona Perikanan Eksklusif, yang lebarnya 200 mil laut diukur dari garis pangkal. Hal itu menyebabkan tumpang tindih antara ZEE Indonesia dengan Zona Perikanan yang diperluas Republik Palau.
Sehingga, perlu dilakukan perundingan antara kedua negara agar terjadi kesepakatan mengenai garis batas ZEE.


Indonesia-Timor Leste 
                Berdirinya negara Timor Leste sebagai negara merdeka, menyebabkan terbentuknya perbatasan baru antara Indonesia dengan negara tersebut. Perundingan penentuan batas darat dan laut antara RI dan Timor Leste telah dilakukan dan masih berlangsung sampai sekarang. 
First Meeting Joint Border Committee Indonesia-Timor Leste dilaksanakan pada 18-19 Desember 2002 di Jakarta.

                Pada tahap ini disepakati penentuan batas darat berupa deliniasi dan demarkasi, yang dilanjutkan dengan perundingan penentuan batas maritim. Kemudian perundingan Joint Border Committee kedua diselenggarakan di Dilli, pada Juli 2003.


KESIMPULAN
Indonesia telah beberapa kali melalui periodisasi penguasaan dan perebutan pengaruh, mulai dari Portugal, Belanda, hingga Amerika Serikat dan Uni Soviet di era Perang Dingin. Di masa mendatang tidak menutup kemungkinan Indonesia akan kembali menjadi wilayah perebutan pengaruh oleh negara-negara besar. Hal ini bisa dilihat dengan kemunculan China sebagai hegemoni baru di kawasan Asia bahkan dunia yang telah menggeser eksistensi kekuasaan dan pengaruh Amerika Serikat.
Seharusnya kita merawat daerah perbatasan seperti kita merawat beranda rumah kita agar sedap dipandang mata. Yang terjadi justru sebaliknya. Daerah perbatasan seolah dianggap remeh, dan pemerintah lebih memperhatikan daerah dimana terdapat pusat pemerintahan. Pembangunan yang tidak merata tersebut menyebabkan kesenjangan sosial yang berdampak buruk bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.


DAFTAR PUSTAKA

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Negara ini juga memiliki posisi geografis yang unik sekaligus menjadikannya strategis. Hal ini dapat dilihat dari letak Indonesia yang berada di antara dua samudera dan dua benua sekaligus memiliki perairan yang menjadi salah satu urat nadi perdagangan internasional.
Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau (menurut data tahun 2004; lihat pula: jumlah pulau di Indonesia), sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni tetap, menyebar sekitar katulistiwa, memberikan cuaca tropis. Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, di mana lebih dari setengah (65%) populasi Indonesia. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa, Sumatra,Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya dan rangkaian pulau-pulau ini disebut pula sebagai kepulauan Nusantara atau kepulauan Indonesia.
Sumberdaya wilayah di Indonesia sangat dipengaruhi oleh aspek geografis secara keruangan, kelingkungan maupun kewilayahan. Sebagai negara kepulauan yang luas dengan jumlah pulau yang banyak memiliki sumberdaya laut (marine resources) dan daratan (land resources) yang perlu dikelola secara terintegrasi.
Aspek klimatologi, geologis/ geomorfologis, hidrologis, biotis dan manusia serta sosio kulturnya yang beragam sangat penting dikaji dalam mengelola sumbedaya wilayah untuk kesejahteraan bangsa. Selain tinjauan aspek lingkungan dan kebencanaan alam yang terjadi disetiap wilayah provinsi, kabupaten/kota perlu dijadikan criteria dalam perencanaan pembangunan wilayah dan implementasinya.
Sebagai negara tropis, visi pembangunan di Indonesia perlu memantapkan diri sebagai Negara pertanian yang kuat melalui konsep agro produksi, agro industri, agro bisnis, agro teknologi dan agro sosio kultur serta tourisme.
Pendekatan ini dapat mengurangi resiko kerusakan lingkungan dan bencana alam bila dikelola dengan baik sesuai dengan daya dukung lingkungan, oleh karena itu pembangunan nasional kedepan diutamakan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan penguasaan IPTEKS untuk kehidupan.
Pengelolaan sumberdaya wilayah/ruang berkelanjutan dapat dicapai dengan mempertimbangkan keberlanjutan ekologi ekonomi, managemen sumberdaya dan lingkungan, keberlanjutan teknologi dan sosio kultur.

PEMBAHASAN

Kondisi geografis yang meliputi aspek lokasi, posisi, dan susunan keruangan (pola keruangan) kepulauan Indonesia merupakan pertimbangan dalam pelaksanaan pembangunan sektoral – spasial, selain itu terbentuknya pulau-pulau di Indonesia dipengaruhi oleh faktor geologis/lempeng tektonik sebagai pengerak proses endogen yang menyebabkan volkanisme dan diatropisme.
Faktor klimatologis yang berada pada garis katulistiwa  membawa konsekuensi pada tipe iklim dan karakteristik cuacanya. Proses eksogen seperti pelapukan, erosi, longsor, sedementasi, banjir, kekeringan, badai secara ritmik terjadi di bawah pengaruh pola iklim.
Jalur gunung api dan bentukan non gunung api di Indonesia sebagai aspek geologis yang mendasar dalam merencanakan pembangunan serta implementasinya dalam kehidupan manusia.
Karakteristik dasar geologis Indonesia menentukan bentukan ekosistem dan sifat-sifatnya serta resiko bencana yang terjadi.
Sifat dan karakteristik geografis Indonesia ditinjau dari aspek iklim, merupakan negara humid tropik yang berpengaruh pada kehidupan tumbuhan, hewan dan manusia, sehingga sebagian besar sumberdaya lahan merupakan lahan yang subur untuk pertanian.
Kondisi laut yang membentang memiliki potensi ikan dan keindahan alam serta berfungsi sebagai penghubung antar pulau. Sumbedaya manusia yang beragam, suku, agama, tradisi dan budaya serta bahasanya merupakan aset sosio-kultural geografis yang penting dikembangkan sebagai aset kearifan lokal dalam pembangunan wilayah dan pengelolaan sumbedaya serta lingkungan.
Posisi geografis Indonesia di antara benua Australia dan Asia merupakan aspek spasial global yang dapat dijadikan sebagai daya tarik kerjasama antar negara bersama dengan negara-negara ASEAN. Aspek geo-ekonomi dan politik Indonesia berpengaruh besar pada perkembangan kerjasama di berbagai bidang.

Potensi Geografis Indonesia

Negara Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari 13667 pulau dengan 5 pulau besar, berbatasan dengan laut Andawan, China Selatan, Malaysia, Phillipina dan Samudera Pasifik, Hindia danAustralia. Bentang alam di daratan barat mempunyai perairan dangkal (Dangkalan Sunda), daratan timur mempunyai perairan dangkalan (Dangkalan Sahul) dan cekungan tengah memiliki perairan laut dalam
dengan beberapa palung laut.
Daratan Indonesia sebagian besar kelanjutan dari jalur pegunungan Sirkum Pasifik dan jalur Sirkum Mediteran. Dataran rendah dan luas ada di Sumatera, Kalimantan, Irian Jaya dan Jawa.
Terdapat gunung apiaktif sekitar 200 dan yang 70 berada di Pulau Jawa.
Selain hasil erupsi gunung api yang memberikan lahan subur pada lerengnya,juga ada resiko bencana gunung api. Sungai-sungai dan muara juga terdapat di pulau-pulau besar yang potensial dikelola untuk kehidupan demikian danau-danau besar di Sumatera, Sulawesi, Jawa, Kalimantan.
Diperkirakan sekitar 7.623 pulau di Indonesia belum punya nama (ensiklopedia Indonesia seri Geografis, 1997).
Potensi flora di Indonesia beragam sesuai dengan kondisi ekosistemnya. Tumbuhan terdapat pada zona elevasi < 700 m, 1.500 – 2.500 m dan diatas elevasi 2.500 m dpal.
Sebaran flora mulai dari kawasan pantai, dataran rendah dan berawa, lereng kaki gunung hingga pegunungan. Demikian corak fauna yang beragam dan khas (corak Australia).
Penduduk yang beragam suku dan bahasanya serta agama terdapat di wilayah Indonesia yang diperkirakan 300 kelompok etnik (suku bangsa). Ratusan bahasa lisan (daerah) di jumpai di Indonesia,
sedangkan bahasa resmi adalah bahasa Indonesia. Beragam seni dan budaya yang dimiliki oleh berbagai kelompok etnik tersebut.
Berdasarkan kondisi geografis tersebut dan kehidupan sejak jaman kerajaan, maka urutan potensi pemanfaatan sumberdaya wilayah meliputi:
1. Pertanian
2. Perkebunan
3. Kehutanan
4. Perikanan
5. Peternakan
6. Pariwisata
7. Pertambangan
8. Industri dan jasa
9. Perdagangan

Karakteristik Spasial Potensi Geografis

Pembangunan wilayah ditinjau dari aspek spasial dan sektoral di Indonesia perlu memperhatikan zona potensi geografis yang merupakan pendekatan spasial-ekologikal untuk menuju kesejahteraan rakyat.
Pemecahan masalah pembangunan dan upaya memajukan rakyat dapat dikelompokkan atas 5 (lima) tipologi wilayah pembangunan geografis yaitu:
1.       Wilayah dengan sumberdaya alam melimpah (kaya) dan sumberdaya
2.       manusia yang banyak seperti Pulau Jawa dan Bali.
3.       Wilayah dengan sumberdaya alam melimpah (kaya) dan sumberdaya
4.       manusia sedikit seperti Pulau Sumatera, Kalimantan, Irian Jaya,
5.       Sulawesi.
6.       Wilayah dengan sumberdaya alam sedikit dan sumberdaya manusia
7.       terlalu banyak seperti Jakarta dan kota – kota besar lainnya.
8.       Wilayah dengan sumberdaya alam sedikit dan sumberdaya manusia
9.       sedikit seperti Nusa Tenggara dan Maluku. 4
10.    Wilayah dengan sumberdaya alam yang belum diketahui potensinya
11.    dan belum ada manusianya seperti pulau-pulau kecil yang belum
12.    dihuni.
Dengan zonasi potensi geografis, maka pembangunan sektoral dapat diarahkan terutama untuk pembangunan di kawasan tertinggal seperti pada zona Maluku dan Nusa Tenggara. Pengelolaan sumberdaya
alam dan lingkungan dapat diarahkan agar resiko kerusakan lingkungan dan bencana alam di tiap zona tersebut dapat dikendalikan.

Visi Pembangunan Indonesia Kedepan

Pembangunan berbasis geografis yang mengutamakan keseimbangan ekonomi – ekologi dan sosiokulture bangsa Indonesia dapat dijadikan landasan untuk menetapkan pilihan apakah Indonesia
negara pertanian, industri, wisata, atau tambang. Berbagai pertimbangan geografis dan sosiokultur serta letak geologis dan klimatologis, semestinya Indonesia memperkuat jati diri pembangunan sebagai negara
pertanian yang kuat di dunia.
Indonesia mampu memperkuat penyediaan pangan dunia dan komoditas pertanian. Strategi pertanian yang dikembangkan berbasis 5 A yaitu:
1.       Agro produksi yang berdasarkan kemampuan dan kesesuaian lahan
2.       Agro industri (pengelolaan hasil-hasil pertanian)
3.       Agro bisnis perdagangan hasil-hasil pertanian (local – regional -
4.       internasional)
5.       Agro teknologi (penggunaan teknologi ramah lingkungan)
6.       Agro Tourisme – sosio kulture yang dikembangkan
Perjalanan pembangunan Indonesia menghadapi masalah jati diri/visi pembangunan nasional yang berbasis pertanian, pertambangan, industri, kehutanan sehingga dampak kerusakan lingkungan dan bencana alam terus meningkat.
Sudah saatnya Indonesia menyatakan Negara Pertanian yang kuat sekaligus sebagai Negara pelestari lingkungan hidup untuk mengantisipasi global warming dan bagi penyelamatan planet bumi.

Masalah yang Dihadapi Indonesia

Secara geografis masalah yang dihadapi Indonesia meliputi:
1.       Kerusakan lingkungan fisik seperti pencemaran air dan udara, lahan
2.       kritis, abrasi. 5
3.       Kerusakan lingkungan biotis seperti penurunan sumberdaya hayati
4.       (flora/fauna) illegal logging, kerusakan ekosistem pantai, sungai,
5.       danau.
6.       Kerusakan sumberdaya alam oleh exploitasi berlebihan, illegal
7.       fishing, illegal mining
8.       Bencana alam, longsor, erosi, kekeringan, banjir, badai, gempa,
9.       tsunami, bencana oleh teknologi
10.    Pengangguran yang mencapai 10,55 juta (9,75%) dan kemiskinan
11.    sebanyak 37,17 (16,58%) dari total penduduk Indonesia (BPS 2007).
12.    Kurangnya pengembangan potensi seni dan budaya lokal dari setiap
13.    etnik dan memudarnya ciri kehidupan mulai dari bahasa, adat
14.    istiadat/tradisi, bangunan rumah, dan tata pergaulan.

Beberapa masalah geografis tersebut dapat di petakan sebaran dan tingkat permasalahnnya, sehingga pemerintah daerah, masyarakat dan peran swasta dapat bekerja sama untuk mereduksi permasalahan yang
kompleks tersebut.

Strategi Pembangunan Spasial – Sektoral Berkelanjutan

Pembangunan wilayah ditujukan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur memiliki tingkat kesejahteraan yang dapat dipertahankan dari waktu ke waktu.
Pembangunan mempunyai makna suatu perubahan besar yang meliputi fisik wilayah, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang didukung oleh perubahan dan penerapan teknologi, perubahan struktur perekonomian, konsumsi dan sistem tata nilai dalam kehidupan masyarakat. Kegiatan pembangunan merupakan upaya manusia dalam mendayagunakan sumberdaya alam dan lingkungan serta wilayahnya (Soetaryono 1998).
Pembangunan berkelanjutan merupakan kebijakan pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi sekarang maupun masa depan secara harmonis.  
Strategi pengelolaan sumberdaya wilayah dan ruang seharusnya mempertimbangkan aspek perencanaan, pemanfaatan, penataan dan penertiban, pemantauan dan pengawasan, pengaturan, pengendalian dan pelestarian.

Pembangunan berkelanjutan di Indonesia dapat diarahkan
untuk terjaminnya:
1.       keberlanjutan ekologi (ecological sustainability),
2.       keberlanjutan ekonomi (economical sustainability),
3.       keberlanjutan
4.       sumberdaya dan lingkungan (Resources and environment
5.       sustatainability),
6.       keberlanjutan sistem managemen (management
7.       sustainability),
8.       keberlanjutan teknologi (technological sustainability).

Beberapa langkah strategik dibidang pengelolaan potensi geografis Indonesia yang perlu diperhatikan di Indonesia adalah:
1.       Mengutamakan pengelolaan sumberdaya yang dapat diperbaharui.
2.       Penghematan dan pelestarian sumberdaya alam beserta lingkungannya.
3.       Penerapan dan pengembangan rencana penggunaan lahan dan penataan pembangunan wilayah.
4.       Melindungi sumberdaya alam yang memberikan manfaat spasial- ekologikal sebagai contoh kawasan lindung, hutan lindung, cagar alam.
5.       Merehabilitasi berbagai kerusakan sumberdaya alam dan ekosistem.
6.       Mereklamasi lahan yang rusak oleh akibat kegiatan manusia dibidang non pertanian seperti pertambangan.
7.       Mengelola sumberdaya alam berbasis spasial dan berwawasan lingkungan serta kebencanaan alam.
8.       Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya wilayah geografis secara berkelanjutan.
9.       Menguatkan kelembagaan dan kerjasama kemitraan dalam pengelolaan potensi geografis untuk ekonomi masyarakat.
10.    Menerapkan konsep pengelolaan sumberdaya wilayah terintegrasi atas dasar ciri fisikal, biotis, sosio –kultural dengan basis community based development.
11.    Mempolakan pembangunan spasial – ekologikal dan sosio kultur di setiap kawasan fungsional.

Apabila kebijakan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan di Indonesia diterapkan dengan baik, maka berbagai manfaat pembangunan bagi kesejahteraan terus membaik, pendapatan asli daerah meningkat, pengelolaan aset pembangunan efektif dan bencana lingkungan maupun kerusakan sumberdaya alam dapat diminimalisir.
Ditinjau dari aspek sumberdaya ruang (spatial resources) di Indonesia maka beberapa pulau besar yang telah dihuni perlu menerapkan secara taat dan tertib pengelolaan sumberdaya lahan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Beberapa pulau besar tersebut adalah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan perlu diwaspadai lingkungan di Pulau Papua/Irian.



PENUTUP

1.       Pembangunan wilayah di Indonesia perlu direncanakan atas dasar potensi geografis secara utuh yang mencakup fisik, biotis dan sumberdaya manusia serta sosio – kulturnya.
2.       Visi pembangunan wilayah di Indonesia perlu dimantapkan kearah masa depan yang kuat sebagai negara pertanian yang didukung oleh Agro produksi, industri, bisnis, teknologi, tourisme dan sosio-kultur.
3.       Zonasi wilayah geografis dan sebaran penduduk dapat dijadikan sebagai kebijakan pembangunan spasial –sektoral yang berkelanjutan agar segera tercapai kesejahteraan bangsa.
4.       Peningkatan sumberdaya manusia dan IPTEKS merupakan sasaran utama pembangunan agar keberlanjutan pembangunan dan manfaatnya dapat segera dirasakan oleh rakyat dengan pengurangan resiko kerusakan lingkungan dan bencana alam.





DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2007. Statistik Indonesia Tahun 2007. Jakarta.

Soetaryono, R., 1998, Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Pembangunan Jangka Panjang kedua,Kantor Menteri Negera Lingkungan Hidup, Jakarta.
Worosuprodjo, S., 2007.
Pengelolaan Sumberdaya Lahan Berbasis Spasial Dalam Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. Pidato
pengukuhan jabatan Guru Besar pada Fakultas Geografi UGM,
Yogyakarta.
Van Hoeve, 1997.
Ensiklopedi Indonesia Seri Geografi. Jakarta