PENDEKATAN DALAM
MENELITI PERILAKU KONSUMEN
1.
Pendekatan interpretif.
Pendekatan
ini menggali secara mendalam perilaku konsumsi dan hal yang mendasarinya. Studi
dilakukan dengan melalui wawancara panjang dan focus group discussion
untuk memahami apa makna sebuah produk dan jasa bagi konsumen dan apa yang
dirasakan dan dialami konsumen ketika membeli dan menggunakannya.
2.
Pendekatan tradisional
Pendekatan
ini didasari pada teori dan metode dari ilmu psikologi kognitif, sosial, dan
behaviorial serta dari ilmu sosiologi. Pendekatan ini bertujuan mengembangkan
teori dan metode untuk menjelaskan perliku dan pembuatan keputusan konsumen.
Studi dilakukan melalui eksperimen dan survey untuk menguji
coba teori dan mencari pemahaman tentang bagaimana seorang konsumen memproses
informasi, membuat keputusan, serta pengaruh lingkungan sosial terhadap
perilaku konsumen.
3. Pendekatan
sains marketing
Pendekatan
yang didasari pada teori dan metode dari ilmu ekonomi dan statistika.
Pendekatan ini dilakukan dengan mengembangkan dan menguji coba model matematika
berdasarkan hirarki kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow untuk memprediksi
pengaruh strategi marketing terhadap pilihan dan pola konsumsi, yang dikenal
dengan sebutan moving rate analysis.
Ketiga
pendekatan sama-sama memiliki nilai dan tinggi dan memberikan pemahaman atas
perilaku konsumen dan strategi marketing dari sudut pandang dan tingkatan
analisis yang berbeda. Sebuah perusahaan dapat saja menggunakan salah satu atau
seluruh pendekatan, tergantung permasalahan yang dihadapi perusahaan tersebut.
2.
Siklus Analisis Konsumen
Siklus
analisis konsumen adalah kerangka kerja yang digunakan marketer untuk meneliti,
menganalisis, dan memahami perilaku konsumen agar dapat menciptakan strategi
pemasaran yang lebih baik. Roda analisis konsumen terdiri dari tiga elemen:
afeksi dan kognisi, lingkungan, dan perilaku.
a.
Afeksi dan kognisi
Tipe
respons afektif
Elemen
pertama adalah afeksi dan kognisi. Afeksi merujuk pada perasaan
konsumen terhadap suatu stimuli atau kejadian, misalnya apakah konsumen
menyukai sebuah produk atau tidak. Kognisi mengacu pada pemikiran
konsumen, misalnya apa yang dipercaya konsumen dari suatu produk. Afeksi dan
kognisi berasal dari sistem yang disebut sistem afeksi dan sistem kognisi.
Meskipun berbeda, namun keduanya memiliki keterkaitan yang sangat kuat dan
saling memengaruhi.
Manusia dapat merasakan empat tipe respons afektif: emosi,
perasaan tertentu, mood, dan evaluasi. Setiap tipe tersebut dapat berupa
respons positif atau negatif. Keempat tipe afeksi ini berbeda dalam hal
pengaruhnya terhadap tubuh dan intensitas perasaan yang dirasakan. Semakin kuat
intensitasnya, semakin besar pengaruh perasaan itu terhadap tubuh, misalnya
terjadi peningkatan tekanan darah, kecepatan pernapasan, keluarnya air mata,
atau rasa sakit di perut. Bila intensitasnya lemah, maka pengaruhnya pada tubuh
tidak akan terasa.
Sistem kognisi terdiri dari lima proses mental, yaitu:
memahami, mengevaluasi, merencanakan, memilih, dan berpikir. Proses memahami
adalah proses menginterpretasi atau menentukan arti dari aspek tertentu yang
terdapat dalam sebuah lingkungan. mengevaluasi berarti menentukan apakah sebuah
aspek dalam lingkungan tertentu itu baik atau buruk, positif atau negatif,
disukai atau tidak disukai. Merencanakan berarti menentukan bagaimana
memecahkan sebuah masalah untuk mencapai suatu tujuan. Memilih berarti
membandingkan alternatif solusi dari sebuah masalah dan menentukan alternatif
terbaik, sedangkan berpikir adalah aktifitas kognisi yang terjadi dalam ke
empat proses yang disebutkan sebelumnya.
Fungsi utama dari sistem kognisi adalah untuk menginterpretasi, membuat
masuk akal, dan mengerti aspek tertentu dari pengalaman yang dialami konsumen.
Fungsi kedua adalah memproses interpretasi menjadi sebuah task kognitif
seperti mengidentifikasi sasaran dan tujuan, mengembangkan dan mengevaluasi
pilihan alternatif untuk memenuhi tujuan tersebut, memilih alternatif, dan melaksanakan
alternatif itu.
Besar kecilnya intensitas proses sistem kognitif
berbeda-beda tergantung konsumennya, produknya, atau situasinya. Konsumen tidak
selalu melakukan aktifitas kognisi secara ekstensif, dalam beberapa kasus,
konsumen bahkan tidak banyak berpikir sebelum membeli sebuah produk.
3.
Pengambilan keputusan pembelian
Sebelum
dan sesudah melakukan pembelian, seorang konsumen akan melakukan sejumlah
proses yang mendasari pengambilan keputusan, yakni:
- Pengenalan masalah (problem recognition).
Konsumen
akan membeli suatu produk sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapinya.
Tanpa adanya pengenalan masalah yang muncul, konsumen tidak dapat menentukan
produk yang akan dibeli.
- Pencarian informasi (information source).
Setelah
memahami masalah yang ada, konsumen akan termotivasi untuk mencari informasi
untuk menyelesaikan permasalahan yang ada melalui pencarian informasi. Proses
pencarian informasi dapat berasal dari dalam memori (internal) dan
berdasarkan pengalaman orang lain (eksternal).
- Mengevaluasi alternatif (alternative evaluation).
Setelah
konsumen mendapat berbagai macam informasi, konsumen akan mengevaluasi
alternatif yang ada untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya.
- Keputusan pembelian (purchase decision).
Setelah
konsumen mengevaluasi beberapa alternatif strategis yang ada, konsumen akan
membuat keputusan pembelian. Terkadang waktu yang dibutuhkan antara membuat
keputusan pembelian dengan menciptakan pembelian yang aktual tidak sama
dikarenakan adanya hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan.
- Evaluasi pasca pembelian (post-purchase evaluation)
merupakan
proses evaluasi yang dilakukan konsumen tidak hanya berakhir pada tahap
pembuatan keputusan pembelian. Setelah membeli produk tersebut, konsumen akan
melakukan evaluasi apakah produk tersebut sesuai dengan harapannya. Dalam hal
ini, terjadi kepuasan dan ketidakpuasan konsumen. Konsumen akan puas jika
produk tersebut sesuai dengan harapannya dan selanjutnya akan meningkatkan
permintaan akan merek produk tersebut pada masa depan. Sebaliknya, konsumen
akan merasa tidak puas jika produk tersebut tidak sesuai dengan harapannya dan
hal ini akan menurunkan permintaan konsumen pada masa depan.
4.
Faktor-faktor yang memengaruhi proses pengambilan keputusan.
Terdapat
5 faktor internal yang relevan terhadap proses pembuatan keputusan pembelian:
- Motivasi (motivation) merupakan suatu dorongan yang ada dalam diri manusia untuk mencapai tujuan tertentu.
- Persepsi (perception) merupakan hasil pemaknaan seseorang terhadap stimulus atau kejadian yang diterimanya berdasarkan informasi dan pengalamannya terhadap rangsangan tersebut.
- Pembentukan sikap (attitude formation) merupakan penilaian yang ada dalam diri seseorang yang mencerminkan sikap suka/tidak suka seseorang akan suatu hal.
- Integrasi (integration) merupakan kesatuan antara sikap dan tindakan. Integrasi merupakan respon atas sikap yang diambil. Perasaan suka akan mendorong seseorang untuk membeli dan perasaan tidak suka akan membulatkan tekad seseorang untuk tidak membeli produk tersebut.
5.
10 Perilaku (Konsumen) Indonesia
Menurut
Handi Irawan (a Marketing Consultant and Marketing Research Consultant to
many Indonesia's companies ) perilaku konsumen Indonesia dikategorikan
menjadi sepuluh, yaitu:
1. Berpikir jangka pendek
(short term perspective).
Ternyata
sebagian besar konsumen Indonesia hanya berpikir jangka pendek dan sulit untuk
diajak berpikir jangka panjang, salah satu cirinya adalah dengan mencari yang serba
instant.
2. Tidak terencana (dominated
by unplanned behavior).
Hal
ini tercermin pada kebiasaan impulse buying, yaitu membeli produk yang
kelihatannya menarik (tanpa perencanaan sebelumnya).
3. Suka berkumpul. Masyarakat
Indonesia mempunyai kebiasaan suka berkumpul (sosialisasi). Salah satu
indikator terkini adalah situs social networking seperti Facebook dan Twitter
sangat diminati dan digunakan secara luas di Indonesia.
4. Gagap teknologi (not
adaptive to high technology).
Sebagian
besar konsumen Indonesia tidak begitu menguasai teknologi tinggi. Hanya sebatas
pengguna biasa dan hanya menggunakan fitur yang umum digunakan kebanyakan
pengguna lain.
5. Berorientasi pada konteks
(context, not content oriented).
Konsumen
kita cenderung menilai dan memilih sesuatu dari tampilan luarnya. Dengan
begitu,konteks-konteks yang meliputi suatu hal justru lebih menarik ketimbang
hal itu sendiri.
6. Suka buatan Luar Negeri
(receptive to COO effect).
Sebagian
konsumen Indonesia juga lebih menyukai produk luar negeri daripada produk dalam
negeri, karna bias dibilang kualitasnya juga lebih bagus dibanding produk di
indonesia.
7. Beragama(religious).
Konsumen
Indonesia sangat peduli terhadap isu agama. Inilah salah satu karakter khas
konsumen Indonesia yang percaya pada ajaran agamanya. Konsumen akan lebih
percaya jika perkataan itu dikemukakan oleh seorang tokoh agama, ulama atau
pendeta. Konsumen juga suka dengan produk yang mengusung simbol-simbol agama.
8. Gengsi (putting prestige as
important motive).
Konsumen
Indonesia amat getol dengan gengsi. Banyak yang ingin cepat naik “status” walau
belum waktunya. Saking pentingnya urusan gengsi ini, mobil-mobil mewah pun
tetap laris terjual di negeri kita pada saat krisis ekonomi sekalipun. Menurut
Handi Irawan D, ada tiga budaya yang menyebabkan
gengsi.
gengsi.
Konsumen Indonesia suka bersosialisasi sehingga mendorong
orang untuk pamer. Budaya feodal yang masih melekat sehingga menciptakan
kelas-kelas sosial dan akhirnya terjadi “pemberontakan” untuk cepat naik kelas.
Masyarakat kita mengukur kesuksesan dengn materi dan jabatan sehingga mendorong
untuk saling pamer.
9. Budaya lokal (strong in
subculture).
Sekalipun
konsumen Indonesia gengsi dan menyukai produk luar negeri, namun unsur
fanatisme kedaerahan-nya ternyata cukup tinggi. Ini bukan berarti bertentangan
dengan hukum perilaku yang lain.
10. Kurang peduli lingkungan (low consciousness
towards environment).
Salah
satu karakter konsumen Indonesia yang unik adalah kekurangpedulian mereka
terhadap isu lingkungan. Tetapi jika melihat prospek kedepan kepedulian
konsumen terhadap lingkungan akan semakin meningkat, terutama mereka yang
tinggal di perkotaan begitu pula dengan kalangan menengah atas relatif lebih mudah
paham dengan isu lingkungan. Lagi pula mereka pun memiliki daya beli terhadap
harga premium sehingga akan lebih mudah memasarkan produk dengan tema ramah
lingkungan terhadap mereka.
Sumbe referensi terkait:
- http://forum.kompas.com/urban-life/34622-10-perilaku-konsumen
indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar